PUISI MENOLAK KORUPSI 9; Mencari Presiden Antikorupsi

Tema puisi anti korupsi, yang lebih spesifiknya berkaitan dengan calon presiden, memang gampang-gampang susah atau susah-susah gampang. Tema ini sebenarnya sudah ada di kepala setiap orang, dipikirkan dan diobrolkan setiap saat, beritanya diikuti baik di koran, televisi maupun media sosial yang saban detik menampilkan info-info terbaru. Di jalan-jalan raya, di kampungkampung, di pelosok-pelosok terdalam bahkan di hutan-hutan belantara hingga makam-makam keramat, baliho-baliho para calon legislatif, calon DPD, calon bupati, calon gubernur, dan calon presiden bertebaran lengkap dengan jargon-jargon serta foto-foto para calon tersebut, yang maaf saja, tidak semuanya enak dipandang secara visual. Ada yang tampil dengan kumis tebal, ada yang tampil dengan kepala botak, ada yang tampil dengan kopiah dan hijab, ada yang tampil seksi dan trendi, ada juga yang tampil bergaya semadi dengan merapatkan kedua telapak tangan di dada, yang mungkin maksudnya agar terkesan beradab dan religius. Lucunya foto bergaya semadi (khas Hindu atau Budha) tersebut ditampilkan pada baliho yang berkaitan dengan hari raya Idul Fitri. Di Jawa Barat konon banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh baliho-baliho tersebut, terutama karena para pengemudi terganggu konsentrasinya atau memuncak kekesalannya karena tahu apa yang mereka lihat serba ideal di baliho itu sesungguhnya adalah kebalikannya.